Home » » Teori Barang Publik

Teori Barang Publik


1.1  Teori Wicksell

     Menurut Wicksell cara pemungutan dengan suara mutlak 100 persen (unanimos) hasilnya akan sama dengan sistem harga pada pasar persaingansempurna. Jadi menurut wicksell penentuan harga untuk barang publik atau barang sosial tidak dapat dilakukan dengan cara sistem pasar pada masyarakat yang jumlahnya besar sehingga harus dilakukan dengan sistem pemungutan suara, dan dengan sistem pemungutan dengan suara mutlak (setuju 100 persen) yang dapat menyamai hasil yang dicapai melalui sistem harga untuk barang swasta.
     Wicksell menyadari juga bahwa cara pemungutan dengan suara mutlak akan menghambat pelaksanaan perekonomian karena sangat sulit memperoleh suara bulat dalam suatu pemungutan suara, karena itu dari segi praktis ia mengusulkan cara yang kedua yaitu relatife suara, dimana 55/6 suara yang menang. 
    
1.2   Teori Pemungutan Suara
           
     Dalam contoh, jika dalam masyarakat hanya ada dua orang konsumen atau dalam masyarakat kecil mencerminkan kesukaan dapat dilakukan dengan proses negosiasi atau tawar menawar, tetapi proses negosiasi tidak dapat dilakukan dalam masyarakat yang besar. Oleh karena itu dalam masyarakat demogratis kesukaan-kesukaan masyarakat dan kesediaan mereka untuk membiayai barang publik harus dilakukan dengan pemungutan suara. Namun, dalam  Negara yang mempunyai sistem pemerintahan diktator, penguasalah yang memutuskan barang dan jasa publik apa dan berapa jumlah yang akan disediakan dan bagaimana cara pembiayaan barang publik tersebut. Oleh karena itu hasil dari pemungutan suara tergantung dari dua faktor yaitu :
1.      Distribusi suara diantara para pemilih
2.      Cara penentuan hasil pemungutan suara

     Ahli ekonomi yang pertama kali menganalisa pengambilan keputusan dengan cara pemungutan suara adalah Knut Wicksell. Ia berpendapat bahwa proses politik dalam bidang ekonomi sangatlah penting untuk mencapai alokasi sumber-sumber ekonomi yang efisien. Akan tetapi pemungutan suara dengan cara yang sangat sederhana, yaitu pemungutan suara mayoritas sederhana (simple majority) untuk menunjukkan kesukaan masyarakat terhadap barang-barang dan jasa merupakan cara yang tidak tepat. Sistem pemungutan suara dengan cara satu orang satu suara tidak akan memberikan hasilyang mencerminkan kesukaan masyarakat terhadap barang-barang dan jasa merupakan cara yang tidak tepat.

     Suatu pemungutan suara dengan cara satu orang satu suara tidak akan memberihasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat apabila cara pemungutan suara terdapat jumlah M orang maka pemenangnya ditentukan dengan rumus (M/2)+1.

     Contohnya, pemerintah akan membangun dam dan diputuskan bahwa setiap orang harus ikut menanggung biaya pembangunan dam tersebut sebesar Rp. 5.000.000,00. Dalam jumlah yang sama, masing-masing membayar Rp. 5.000,00. Misalkan jumlah pemilih sebanyak 1000 orang terdiri dari 500 orang pedagang.
Pemungutan suara dilakukan dengan cara mayoritas sederhana dengan hasil 501 orang setuju dan 499 orang tidak setuju sehingga dam tersebut akan didirikan karena hasil pemungutan suara mengatakan pihak yang setuju lebih banyak daripada pihak yang tidak setuju walaupun perbedaan suara hanya satu orang.

     Wicksell mengatakan bahwa cara ini tidak efisien oleh karena 499 orang juga harus menanggung biaya dam walaupun mereka tidak menginginkan adanya biaya dam tersebut. Jadi para petani yang berkepentingan dengan adanya dam untuk mengairi sawah akan mendukung rencana pembangunan dan pembiayaan dam, sedangkan para pedagang yang tidak berkepentingan dengan adanya dam harus ikut menanggung biaya pembuatan dam tersebut.

A.   Pemilihan Berdasarkan Suara Bulat (Aklamasi)
           Cara pemungutan suara dengan suara yang bulat dimana 100 persen orang yang setuju akan diadakannya suatu proyek yang merupakan cara yang paling baik. Ini disebabkan karena cara ini dapat melindungi golongan minoritas dalam suatu masyarakat. Misalnya saja, pemerintah akan melaksanakan proyek pembangunan dam, Dari para pemilih, sebanyak 99 persen penduduk setuju adanya dam tersebut, tetapi ada 1 persen penduduk yang tidak setuju karena mereka akan tergusur dengan adanya dam tersebut. Dengan cara pemungutan suara yang lain misalnya dengan system pemungutan suara dengan berdasarkan suara mayoritas maka proyek tersebut akan tetap dilaksanakan karena suara mayoritas membendakannya, tetapi dengan cara aklamasi maka proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ada golongan minoritas yang tidak setuju sehingga kepentingan mereka dalam cara pemungutan suara aklamasi ini terjamin. Hanya saja cara ini sulit untuk dilaksanakan apabila jumlah pemungut suara besar sekali. Semakin besar atau banyaknya jumlah pemungut suara maka akan semakin sulit tercapai suatu persetujuan secara aklamasi.

B.   Pilihan dengan Suara Terbanyak
           Melalui cara ini keputusan diambil apabila jumlah orang yang setuju lebih banyak dari pada jumlah orang yang tidak setuju. Sistem ini yang paling sederhana adalh 50 persen plus satu (n/2)+1, atau system kuorum dimana keputusan dilaksanakan apabila ada 75 orang menyatakan setuju atau paling minimal 51 orang menyatakan setuju untuk dilaksanakan.

C.   Arrow Paradoks
           Sistem pemungutan suara dengan cara mayoritas sederhana sepertinya akan dengan mudah mencapai keputusan. Tetapi Arrow berhasil menunjukan adanya nmasalah yang timbul denga sistem ini apabila pemungutan suara diadakan untuk menentukan pilihan atas tiga kegiatan ataui lebih. Arrow menyebutkan ada 5 syarat yang harus dipenuhi agar pemilihan suara dapat mencapai hasil yang efisien, yaitu hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang sebenarnya..
1.      Pilihan harus dijalankan secara konsisten. Misalnya ada 3 pilihan X, Y, dan Z. Maksud dari syarat yang pertama ini adalah apabila X ini lebih disukai Y, dan Y lebih disukai dari Z, maka X harus lebih disukai dari Z.
2.      Pilihan Alternative yang (ke dua) tidak boleh diubah dengan berubahnya urutan-urutan pilihan yang disukai. Misalnya ada 5 jenis pilihan dengan urut-urutan yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai sebagai berikut : X, Y, Z, W, N. Disini X adalah yang paling disukai dan N adalah yang paling tidak disukai. Ranking dari pilihan haruslah tidak berubah apabila urut-urutan diubah menjadi Y,Z,W,N oleh karena X berada diatas Z, W, dan N.
3.       Urut-urutan pilihan tidak boleh berubah apabila satu atau lebih pilihan alternative dihilangkan.
4.      Pemilih harus menentukan pilihannya dengan bebas.
5.      Penentuan pilihan tidak boleh dilaksanakan secar dictator.

D.    Pilihan berdasarkan Pilihan Ganda (Plurality Vothing)
           Pemilihan suara berdasarkan pilihan ganda dilakukan dengan memberikan angka berdasarkan urutan kesukaan untuk proyek yang paling disukai diberi angka 1 dan nilai yang semakin besar untuk proyek yang tidak disukai. Misalnya ada 3 proyek yaitu J, D, dan P. sehingga maksimum angka untuk proyek yang paling tidak disukai adalah 3. Proyek yang mendapat nilai terkecil adalah proyek yang menang, sedangkan proyek yang nilainya paling besar atau banyak adalah proyek yang kalah.

Tabel pilihan berdasarkan pilihan ganda
Proyek
Pemilih
Asraf
David
Ricard
Total Nilai
Jalan Raya
1
3
3
7
Dam
2
1
1
5
Polisi
3
2
2
6

Tabel pilihan berdasarkan pilihan ganda, menunjukkan hasil pilihan berdasarkan pilihan ganda , Asraf sangat menyukai Jalan Raya dan mempunyai nilai 1 sedangkan David tidak menyukainya sehingga member nilai. Dari nilai ketiga orang tersebut terlihat bahwa proyek pemangunan Dam memperoleh nilai terkecil (5) sehingga proyek tersebutlah yang menang. Sebaliknya proyek pembuatan jalan raya memperoleh nilai terbesar (7) sehingga menjadi proyek yang kalah.


E.   Teori Demograsi Perwakilan
        Dalam kenyataannya banyak terdapat cara pemungutan suara untuk menetapkan proyek-proyek pemerintah dengan melibatkan suara rakyat. Pada umumnya pemungutan suara dilakukan oleh rakyat melalui wakil-wakil mereka. Dengan sistem perwakilan seperti itu, adakah jaminan bahwa wakil-wakil rakyat akan memilih proyek-proyek pemerintah sesuai apa yang dikehendaki oleh rakyat ? suatu model mengenai demokrasi perwakilan pertama kali ditemukan oleh Joseph Schumeser dan kemudian dikembangkan oleh Anthony Downs. Model ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa masyarakat dan wakil-wakil rakyat bertindak secara rasionil yang didasarkan pada kepentingan pribadi mereka masing-masing. Tujuan para politisi atau para wakil-wakil rakyat mempertahankan kedudukan mereka.tujuan wakil rakyat adalah memaksimalkan jumlah suara yang memilih. Tujuan rakyat terutama adalah memaksimalkan manfaat yang diterima dari proyek-proyek pemerintah dan meminimumkan pembayaran pajak. Rakyat akan memilih wakil-wakil yang rakyat yang menurut rakyat dapat mewakili keinginan mereka. Jadi menurut teori ini, adanya tujuan untuk memikirkan kepentingan dari masing-masing individu menyebabkan proyek-proyek pemerintah yang dilaksanakan adalah proyek-proyek yang diinginkan oleh rakyat walaupun mereka tidak secara langsung mengadakan pemilihan suara, tetapi melalui wakil-wakil mereka.

1.2  KOALISI DALAM PEMUNGUTAN SUARA
           Banyak proyek pemerintah yang tidak dilakukan secara sendiri-sendiri tetapi dalam satu paket yang terdiri dari beberapa proyek . disini para pemilih tidak memilih satu-satu proyek yang akan dilaksanakan pemerintah, akan tetapi mereka memilih dalam satu paket yang terdiri dari beberapa jenis proyek .dalam hal ini ,mungkin para pemerintah mengadakan suatu koalisi untuk memenangkan suatu proyek yang disukai .misalkan dalam suatu pemilihan terhadap 3 oprang wakil rakyat yaitu individu I,II,dan III yang memilih empat buah proyek A,B,C dan D yang dijadikan dua paket ,tiap pemilih diberikan angka 100 yang dapat didistribusikan diantara dua proyek dalam satu paket.


Dari Tabel Pemungutan Suara ini, pada kasus 1, apabila setiap proyek dipilih secara sendiri-sendiri maka kita akan memperoleh hasil sebagai berikut : antara proyek A dan proyek B individu 1 memilih proyek B, sedangkan individu II dan III memilih proyek A, karena itu proyek A yang menang dalam system pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak. Antara proyek B, dan D. individu 1 dan II memilih proyek C sedangkan individu III memilih proyek D, jadi berdasarkan suara terbanyak proyek C yang menang. Apabila kita kombinasikan antara proyek-proyek yang menang (A dan C) dalam satu paket dan proyek-proyek yang kalah (Bdan D) dalam paket lain, maka individu 1 memilih proyek (B,D) sedangkan Individu II dan III memilih proyek (A,C). jadi disisni terlihat adanya keserasian dalam dua kali pemilihan. Pemilihan untuk setiap jenis proyek secara individu-individu memberikan hasil yang sama dengan pemilihan didasarkan pada kombinasi pilihan, yaitu proyek A, dan C, menang dalam pilihan proyek secara individu maupun paket unggulan.

0 komentar:

Posting Komentar